Drugs dan Perang: Pelajaran untuk Dunia Kini

Drugs yang diperangi banyak negara saat ini mempunyai sejarah yang bergurat akar dalam perang penguasaan wilayah. Drugs menjadi produk resmi negara yang menopang ekspansi. Drugs menjadi mesin pembunuh paling berbahaya dalam sejarah dunia. Barangkali dari situ pula kita belajar. Drugs tidak jauh-jauh dari politik dan politik tidak jauh-jauh dari drugs.

Drugs dan politik seringkali ditelusuri sampai ke perang Candu. Tetapi cerita itu terlalu tua dan praktek kuno. Yang baru adalah perang dunia kedua dengan metode yang lebih canggih. Sejarah mencatat, ketika mengawali perang dunia kedua, Jerman menyerang dari Belgia hingga Sedan bagian Timur Sungai Muse hanya dalam 3 hari 3 malam tanpa henti. 

Prancis mengira bahwa medan yang berat tidak mungkin ditempuh dengan mudah. Paling banter, serangan Jerman melalui Ardennes terhadap Sedan tidak akan mencapai Meuse sampai dua minggu setelah dimulainya serangan. Dibutuhkan waktu antara lima sampai sembilan hari hanya untuk menembus Ardennes. 

Apa yang terjadi di luar prediksi Jendral-Jendral Prancis dan sekutunya Inggris. Jerman menyerbu tanpa rasa takut dan inferior pasca kekalahan dari Prancis dalam PD I. Kinerja Prajurit ibarat Superman dan tidak pernah terjadi dalam sejarah militer sebelumnya.

Yang tidak diketahui Prancis adalah bahwa Jerman punya senjata rahasia yang dibuat oleh Perusahaan berbasis di Berlin yang bernama Temmler. Mereka memproduksi Pervitin, zat metafetamin yang sangat kuat yang saat ini dikenal dengan sabu-sabu. Obat itu sudah dilepas ke pasukan Jerman dan sangat menentukan untuk mengatasi kelelahan pasukan Panser dan penjaga malam. Obat itu dikemas seperti permen dan berperan mencegah rasa empati pasukan yang membuat mereka menyerang dengan brutal.

Sebelum serangan Jerman pada 10 Mei 1940, banyak veteran PD I yang merasa inferior dan depresi, tidak mau terlibat perang karena memori mereka terhadap kekalahan PD I. Dipimpin oleh Jenderal Guderian, orang yang tidak gemar menguji pendekatan baru, dibantu Pervitin, Jerman menaklukan banyak wilayah yang luas dalam satu sapuan. Pervitin membantu meningkatkan semangat moral mereka dan melupakan kenangan buruk PD I. 

Blitzkrieg yang berlangsung 3 hari 3 malam tanpa henti itu tidak akan terjadi tanpa bantuan Pervitin. Obat itu membuat orang menjadi robot perang. Ketika itu terjadi pada ratusan ribu tentara, dampaknya segera terlihat. Selain Sedan yang digulingkan 3 hari dan meremukan pertahanan Prancis disana, Belanda tunduk hanya dalam 4 hari setelah Rotterdam rata dengan tanah. 

Pada 20 Mei 1940, hanya 10 hari setelah keluar dari perbatasan Rencana Manstein yang mengandalkan Guderian, meskipun sebelumnya tidak selalu sejalan dengan pimpinannya mencapai pesisir Atlantik dan menyudutkan sekutu di koridor sempit yang dikenal dengan Dunkirk.

Sekutu dibantu oleh keputusan ceroboh Hitler yang tiba-tiba memerintahkan Jenderalnya berhenti. Salah satu alasannya adalah selama pertempuran 10 hari itu, para Jenderal Jerman bertindak sendiri-sendiri dan itu dipandang mengabaikan Hitler sebagai pemimpin tertinggi. Orang yang bertanggung jawab di belakang keputusan tersebut adalah Herman Goring. Dia meyakinkan Hitler bahwa kehormatan melumpuhkan sekutu adalah melalui angkatan udara jerman lutftwaffe. Namun rencana ini pula yang menyelamatkan proses penyelamatan Inggris karena sebelumnya jerman sudah mengebom kilang minyak yang asapnya demikian pekat sehingga menghambat pandangan pilot-pilot jerman. Dari jarak 6000 kaki sangat sulit menembak kapal yang bergerak secara tepat, bahkan ketika awan sudah mulai terang. Rencana ini juga terhalang oleh kehadiran pesawat-pesawat baru Inggris Spitfire. 

Jerman beralih ke Ibu Kota Paris. Namun pasukan Prancis setelah melihat kerusakan Rotterdam dan kota-kota lainnnya memilih meninggalkan kota untuk mencegah kota itu dari kerusakan pengeboman angkatan udara Jerman. Mereka mengungsi ke selatan dan menawarkan gencatan senjata. Namun untuk mempermalukan Prancis, Hitler mengerek gerbong yang sudah dimuseumkan menjadi monumen bully untuk Perancis. Gerbong yang sama merupakan tempat dilakukannya tanda tangan perjanjian November 1918 yang memperlakukan Jerman. Lokasinya pun persis di atas tempat yang sama di Compeigne dimana Jerman menyerah pada PD I. Disitulah para pemimpin Perancis dipaksa menandatangani perjanjian menyerah dan dipermalukan sedemikian rupa di depan kamera. Hitler lalu membawa gerbong itu ke Jerman, gerbong yang memalukan mereka pada 1918 dan dimusnahkan di Jerman.



I believe we can’t keep fighting for collective action if we don’t start it ourselves. For me, fighting for a sustainable environment begins with something small: eating proportionately. I think about how, throughout human history, the stomach has often been the beginning of all greed. How can we truly talk about controlling global consumption if we can’t even control our own desire to eat everything?

That’s why I’m committing to practicing autophagy daily, limiting my consumption of imported foods, and prioritizing buying local food directly from farmers.

Newsletter